Wednesday, January 10, 2018

18-Aku dan Kesuksesanku

Aku dan Kesuksesanku

Sejak kabar pernikahan vania, aku mulai menata kembali hidupku, menyusun rencana rencana untuk bisa meraih mimpiku, mungkin aku tidak akan pernah dapat meraih cinta ku tapi aku tetap memiliki semangat hidup tinggi untuk membahagiakan keluarga kecilku.

Aku menikahi Violeta isitriku di tahun 4 tahun lalu, sepintas terdengar cocok antara namaku dan namanya "dio" dan "vio" namun kenyataanya tidaklah begitu, tidak seperti yang dibayangkan.

Vio, sosok wanita yang sangat keras kepala, setiap apa yang diinginkannya harus dapat terpenuhi, dan sangat sangat tempramental.Mungkin tuhan memang sengaja mempertemukan dengan dirinya dengan sifat berlawanan, dan memang perkawinan itu adalah menyatukan dua sisi yang berbeda bukan menyatukan sisi yang sama, aku paham akan hal itu.

Dia selalu menilai segala sesuatunya dengan materi. Tentu akan menjadi pertanyaan, mengapa aku menikahinya? Kekosongan jiwaku dan kehampaan adalah faktor utama sehingga aku menikahinya,saat itu aku tidak tahu lagi harus bagaimana,pada saat orang tuanya mendesakku untuk segera menikahinya aku mengiyakan saja, aku menyerahkan sepenuhnya jalan hidupku kepada tuhan.

Di awal awal tahun perkawinan, semua seperti yang sudah kuduga aku akan terjebak dalam situasi yang tertekan, aku harus selalu bisa menjadi apa yang dia inginkan dengan segala keterbatasanku.Kemarahan dan sumpah serapah pun bukan hal yang asing lagi bagiku bila aku tidak dapat memenuhi keinginannya, dan aku selalu bisa bertahan.

Di lain sisi, keadaan tersebut membuat aku semakin berjuang dengan keras untuk bisa memenuhi semua kebutuhannya. Aku memang tergolong cerdas dan mampu menjadi solusi bagi perusahaan tempat aku bekerja,aku selalu dapat menemukan ide ide dan jinovasi bagi perusahaanku. 

Tidak heran jika bosku sangat menyayangiku dan sering sekali dia menyanjungku didepan temen teman kerja ku yang membuat mereka iri. Aku memang selalu ingin memberikan kebaikan untuk semua orang dengan tulus dan ikhlas.

Dalam kurun waktu 2 tahun bekerja saat itu aku telah diangkat menjadi Vice President Director di perusahaanku, posisi yang cukup tinggi dan itu semua aku peroleh dalam usiaku yang relatif masih muda.Semua rekan rekanku mengira aku adalah seseorang yang sangat sempurna dalam hidup, meraih semuanya dengan mudah karir dan kebahagiaan rumah tangga yang sebenarnya mereka tidak tahu.

Satu hal yang aku tahu, bossku, aku sebut saja namanya Ibu Felisha, pemilik perusahaan tersebut adalah seorang wanita yang usianya terpaut sekitar 8 tahun diatasku dan dia saat itu sedang memiliki masalah dengan suaminya. Aku tidak terlalu perduli tentang itu dan aku tidak mau tahu dan mencampurinya, meskipun posisiku saat itu sangat dekat dalam hal pekerjaan dengannya.




Aku seringkali berlama lama di kantor meskipun tidak ada lagi yang aku kerjakan karena aku lebih merasa nyaman dibanding di rumah, hal ini seharusnya tidak terjadi dalam sebuah perkawinan, tentunya ada yang salah dengan hal itu.

Malam itu pukul 22:00, aku masih di kantor, ditemani 3 orang anak buahku, tiba tiba telepon dimejaku berbunyi dan terdengar suara ibu felisha di sebrang sana.

"Dio..kamu keruangan saya sebentar yah" Dia memerintahkan aku untuk segera ke ruanganya.

Aku segera pergi ke ruangannya meninggalkan lapptopku yang masih terbuka dan aku membawa 1 bungkus rokok dan korek api.

Aku mengetuk pintunya, dan masuk ke ruanganya.

"Iya bu, ada apa" kataku

"Duduk aja dio..." kata ibu felisha

Aku duduk di sofa didepan mejanya di ruanganya yang cukup besar dan terlihat sangat eksklusif semua lengkap disana dan tidak terlihat sebuah ruangan kantor.

Cukup lama aku duduk di sofa itu tanpa tahu harus berbuat apa dan aku memilih untuk diam menunggu perintahnya, sementara ibu felisha terlihat sibuk mengerjakan sesuatu di laptopnya. Lebih dari 15 menit aku memberanikan diri untuk bertanya.

"Ada yang bisa saya bantu bu "

"Gak ada dio..aku gak butuh bantuan kamu " Katanya

"Aku cuma minta kamu temenin aku saja disini, aku takut sendirian" Kata ibu felisha dan nada suaranya terdengar berbeda, ucapannya lebih seperti kepada seorang temen bukan kepada karyawannya.

Aku bingung harus berbuat apa. Tentunya hal ini bisa membuat orang berfikiran buruk terhadapku, aku dan dia berada dalam satu ruangan, terlebih lagi yang aku dengar dia sedang bermasalah dengan suaminya. 

Aku berfikir keras mencari cara agar aku bisa keluar dari ruangan itu, bagaimana caranya pokoknya aku harus bisa keluar.

"Bu, saya mau ngerokok dulu diluar yah " Tiba tiba aku mendapatkan ide agar aku bisa keluar ruangan.

"Jangan, kamu ngerokok disitu aja gak apa apa" Ibu felisha melarangku

Aku duduk kembali dan mengambil satu batang rokok, membakarnya dan menghisap dalam dalam, sambil memandang ke langit langit, aku merasa terjebak dan tidak tahu jalan keluar.

Ibu felisha, bangkit dari tempat duduknya dan duduk didepan sofaku, dia mulai bercerita tentang keadaan rumah tangganya yang sudah tidak bisa dipertahankan lagi. Aku mencoba menjadi pendengar yang baik, entah apa sebabnya aku selalu menjadi pendengar yang baik untuk orang yang berkeluh kesah kepadaku.

Dia merasa sangat dibawah tekanan suaminya, dan merasa telah berjuang dan bekerja keras untuk keluarganya namun tidak pernah dihargai, yang dia inginkan hanyalah sosok pendamping hidup yang dapat mendukungnya dan mendengarkan kelelahan isi hatinya.

Aku mendengarkan tanpa bisa berkata kata apa, karena aku takut terlalu mencampuri urusan itu. Aku hanya mencontohkan beberapa hal sebagai jalan keluarnya tanpa harus menghakimi salah satunya, karena aku bukanlah psikiolog perkawinan.

Dari percakapan tersebut aku mengambil pelajaran penting, sepintas terlintas sedikit protes kepada yang maha kuasa,mengapa kita harus disatukan dengan orang yang bukan kita inginkan, dan itu harus berjalan dipaksakan demi sebuah tujuan yang kita kadang tidak mengerti.

Hari hari berikutnya, lebih banyak lagi cerita cerita yang menyedihkan tentang keadaan perkawinannya dan aku sadar hal ini tidak seharusnya dibicarakan kepadaku, tetapi rasa keingintahuanku sangat besar, apa penyebab sebenarnya dari keretakan tersebut, dan kelak menjadi pembelajaran sangat berarti buatku.

Kedekatan aku ini, membuat ibu felisha semakin memiliki kepercayaan tinggi kepadaku, aku tidak saja memberikan solusi untuk perusahaan tapi hal hal pribadinya pun bisa aku berikan solusi. Karirku melesat sangat cepat dalam kurun waktu beberapa bulan aku diangkat menjadi direktur di perusahaan itu.

Dan di usiaku yang baru menginjak 30 tahun aku telah memimpin sebuah perusahaan besar yang memiliki kurang lebih 600 orang karyawan, dan aku mampu melakukannya dengan baik dan profesional.

Namun dibalik apa yang telah aku capai saat ini, tiba tiba saja terlintas satu nama yang sudah lama aku lupakan. Yah, Vania, apa kabarnya dia sekarang? Tentunya dia sudah melebihi karirku saat ini, pasti lah dia sudah memiliki segalanya.

Ingin sekali aku menghubunginya untuk sekedar ingin tahu bagaimana kabar dirinya, seorang sahabat terhebat yang pernah aku miliki.Tapi aku takut, aku akan menjadi dio yang seperti dulu, seorang dio yang sangat menginginkannya, seorang dio yang sangat mengaguminya tanpa berani bertindak untuk dapat memilikinya.

Kucoba untuk mencari nama vania di daftar kontak handphoneku, aku menemukannya, roy memang memberikan nomor vania kepadaku beberapa bulan lalu.Namun aku urungkan niatku tersebut,dan aku lebih memilih bertemu dengannya di dalam mimpi mimpiku.



1 comment: