Sunday, January 14, 2018

16-Pernikahan Vania

Pernikahan Vania


18 Maret Tahun 2000, roy menelponku dirumah,aku baru saja tiba dari kantorku didaerah sunter. Baru saja aku membuka sepatu tiba tiba berdering suara telepon didepanku.

"Halooo...bisa bicara dengan dio" Suara laki laki terdengar di sebrang sana.

"Iya ini saya...siapa ini?"

"Oh ini roy..dio..." 

"Apakabar roy? kemana aja lo? kirain udah balik ke pekalongan " Kataku.

Semenjak usaha orang tuanya bangkrut di jakarta, seluruh keluarga roy diboyong ke pekalongan dan mereka memulai usaha baru disana.

"Dio..ada undangan nih..." 

"Undangan apa? dari siapa?"

"Undangan Kawinan, tapi gue males anternya kesana, gue bacain aja yah"

"Lo yang nikah atau siapa? Ya Udah bacain aja roy" Kataku sambil menarik kursi untuk duduk .

"Ok sebentar yah..." Ucap roy, kemudian roy mulai membacakan undangan pernikahan tersebut.

Dengan memohon rahmat dan ridho dari Allah Swt, kami bermaksud menyelenggarakan syukuran pernikahan putra putri kami

Vania Lovina Arum
dengan
Ferdian Adi Nugraha

Pada Tanggal 2 April 2000 di....

Belum sempat roy menyelesaikan bacaanya aku langsung menyelaknya.

"Roy..sebentar yah...gue mau ke toilet dulu..." Aku meminta roy menghentikan undangan yang dibaca.

Sebenarnya aku hanya berpura pura untuk pergi ke toilet, kejadian sebenarnya adalah aku meletakkan gagang telpon untuk kemudian aku duduk di lantai dan menutup wajahku dengan dua telapak tanganku.

Vania menikah, seketika nafasku terasa berat, pandanganku menjadi kabur dan aku tiba tiba merasa ada di sebuah ruangan yang gelap. Mengapa aku jadi seperti ini? Bukankah aku telah merelakan vania? Bukankah aku hanya sahabatnya? Bukankah aku telah mengubur semua kenangan tentang Vania? 

Aku mencoba menyangkal, namun nafas ini terasa makin sesak dan semua benda disekitarku seakan akan menjadi membesar dan serasa ingin menimpa aku, melengkapi penderitaan kekecewaan aku dan menuju kehancuran hati ini.

Aku berdiri menarik nafas panjang dan mengangkat kembali telepon yang tadi aku letakkan namun rupanya telepon telah terputus, mungkin roy sedang menelpon aku kembali namun tidak bisa karena gagang telpon masih aku angkat, dan aku biarkan tergeletak, tak sanggup lagi aku mendengar roy membacakan undangan pernikahan itu.

Aku memakai sepatuku lagi dan bergegas pergi ke rumah dika yang memang letaknya rumahnya hanya berjarak sekitar 100 meter dari rumahku. Aku ingin bercerita kepada dika tentang hal ini, sejak dulu dika lah sang ketua Majelis Penolakan Kekasih itu yang selalu menenangkan aku disaat aku gelisah akan vania.

"Dik..vania nikah dik..." Suara ku terdengar lemah.

"Oh kapan..?" Dika nampang tenang sambil menghisap sebatang rokok.

"Bulan april tadi roy memberitahukan lewat telpon" suaraku masih terdengar agak serak.

"Lo kecewa?Lo Gak Rela?" Dika menoleh ke arahku dan menatap tajam

"Sudahlah dio, jangan lo seperti pungguk merindukan bulan, alam lo itu sudah berbeda dengan vania, dan lo juga punya alam sendiri " Dika berusaha untuk memberikan aku nasehat.

"Iya tapi gue masih nggak bisa dik, lo tahu kan seperti apa gue ke vania?" Balasku seakan membenarkan sikapku ini.

"Begini dio, apapun yang tejadi lebih baik lo simpan saja kisah lo dengan vania itu..dan mudah midahan lo bisa nulis buku tuh tentang kisah lo dengan vania,biarkan dia bahagia dio!"

Nasehat dari dika inilah yang bisa aku terima dan menjadikan semua kisah tentang aku dan vania tersusun rapi dalam lembaran lembaran kertas yang kelak akan menjadi saksi dan awal dari cerita ini ditulis, agar semua kalian tahu bagaimana besarnya rasa sayangku terhadap vania.

Diam diam aku mencari informasi segala sesuatu tentang calon suami vania tersebut, dan kebetulan sekali teman sekantorku yayan yang rumahnya tidak jauh dari vania, memberikan informasi kepadaku tentang calon suami vania tersebut.

"Yan, tahu nggak vania mau nikah, kan lo tetangganya" Aku menanyakan ke yayan sambil duduk diatas mejanya.

"Tahu lah mas dio, itu kan temen sma mas dio yah?" kata yayan

"Iya, calon suaminya kayak gimana sih yah?" 

"Wahhhh..ganteng banget mas dio, yayan pernah papasan di depan rumahnya, orangnya tinggi, tegap,keren,agak agak bule gitu deh" Yayan bercerita menggambarkan betapa kerennya sosok sang calon suami vania itu.

"Kenapa sih mas?Emang Mbak Vania itu bekas pacarnya mas dio yah, kok nanyanya begitu banget sih?" Yayan bertanya kepada ku dengan penuh kecurigaan.

"Bukan yan, pengen tahu aja" Kataku mengelak

"Cocok banget sama mbak vania yang cantik pokoknya pasangan serasi deh " Yayan menimpali lagi.

Seketika hatiku menjadi ciut dan merasa kerdil, mungkin sangat salah apabila aku membandingkan calon suami vania dengan diriku yang sangat biasa biasa saja, toh aku bukan mantan pacar vania dan aku  hanya seorang sahabatnya. 

Pernikahan tersebut semakin mengubur dalam impianku dan seakan akan mengakhiri sebuah kisah cerpen dengan berakhir sedih dengan kemenangan sang musuh, dan ini adalah versiku sendiri.

Di hari pernikahan vania aku memutuskan untuk tidak datang, padahal teman teman sma ku telah mewanti wanti dari jauh jauh hari untuk bisa datang bersama sama sekalian bertemu dengan teman teman sma dulu,yang sudah lebih dari 5 tahun tidak berjumpa.

Saat itu aku memutuskan untuk mengunjungi sekolah SMA ku dulu. Saat itu hari minggu jadi tidak ada aktifitas sekolah ditempat itu dan aku memarkir kendaraanku tepat didepan gerbang sekolah, aku meminta izin kepada penjaga sekolah untuk masuk, kebetulan aku masih mengenalnya.

Lalu aku naik ke lantai 2 dimana dulu kelas 1 aku satu kelas dengan vania, aku pandangi deretan meja yang kosong didepanku dan seakan akan aku melihat suasana 9 tahun lalu di ruangan ini.

Aku melihat dua orang yang sedang duduk berdua sambil tertawa bahagia dan menuliskan sesuatu diatas meja, dan sang wanita merebahkan kepalanya di pundak sang pria dan terlihat sang wanita terasa seperti merasa sangat lelah hingga dia memutuskan bersandar di pundak pria itu. 

Mereka adalah aku dan vania 9 tahun lalu, dimana disaat jam istirahat ,aku lebih senang menghabiskan waktu dengan vania di dalam kelas, imaginasiku berhasil memvisualisasikan kenangan itu secara nyata saat ini.

Lalu aku berjalan keluar gerbang sekolah, dan memtuskan untuk pulang, aku memarkir kendaraanku mengarah ke jalan depan semula aku masuk, tiba tiba aku melihat dua orang yang sedang duduk di bawah pohon lalu aku menghentikan laju kendaraanku.

Pria dan wanita itu terlihat sangat sedih sekali, mereka saling menatap dan berbicara sesuatu yang membuat air mata sang wanita jatuh menetes ke pipi, lalu wanita tersebut pergi meninggalkan laki laki itu menuju mobil di seberang yang sudah menunggunya.

Terlihat laki laki itu memandangi kepergian sang wanita , laki laki itu hanya bisa berdiri dan menatap dari kejauhan, dan mereka adalah aku dan vania 6 tahun lalu, disaat aku melepas kepergian vania dan terakhir kalinya aku melihat vania saat itu.Kembali imajinasi ku menghadirkan sebuah kenangan secara jelas didepan mata ini.

Semua telah usai dan berakhir, semua harus di akhiri dio,kamu harus melanjutkan hidupmu hati kecilku berusaha untuk menyemangatiku.Dan malam ini semua kisah harus berakhir, tentang kamu vania, cinta pertama dan terbesar yang pernah aku punya.

2 Tahun setelah vania menikah di tahun 2002 aku memutuskan menikahi seorang gadis, pernikahanku berlangsung sangat sederhana dan tidak diadakan secara besar besaran. 

Aku mencoba untuk menyusun lagi kepingan hati ini yang telah hancur berantakan. Tahun 2002 tersebut menandakan babak baru perjalanan hidupku, sebuah perjalanan yang tidak pernah terpikirkan olehku akan jadi seperti apa. 

Aku lebih fokus dalam meniti karir dan bekerja, kualihkan semua kemampuanku berjuang untuk keluarga baru yang aku mulai ini. Perlahan lahan kehidupanku kembali normal, aku mulai bersemangat kembali dan mengisi hari hariku dengan kebahagiaan baru.

Dan sepenuhnya aku telah merelakan vania untuk dipinang laki laki lain, karena memang kebodohanku dan ketidak beranianku lah yang menyebabkan hal tersebut, aku tidak pernah menyalahkan vania, dia pantas untuk mendapatkan kebahagiaan yang dia cari.

Aku sangat optimis vania akan memiliki hidup yang sempurna, karir yang cemerlang dan keluarga kecil bahagia yang diidam idamkan semua orang. Vania akan menjadi sosok istri yang sangat dicintai suaminya, karena memang dia sangat pantas untuk mendapatkan itu.

Namun apa yang terjadi dikemudian hari,  ternyata tidak seperti yang aku duga.Semua tidak berjalan seperti yang aku kira, dan semua itu terjadi sangat tidak logis pada diri seorang vania. Apa yang terjadi dengan Vania? Aku akan ceritakan di buku selanjutnya.

0 comments:

Post a Comment