Thursday, January 18, 2018

12-Pindah Ke Lain Hati

Pindah Ke Lain Hati

Aku yang sudah berpisah kelas dengan vania dan aku juga telah mulai membunuh perasaanku kepada vania, dan mencoba untuk selalu bersikap baik baik saja, walapun masih saja aku tidak bisa menghilangkan sosok vania dari imaginasiku.
Dan aku mulai mencari pujaan lain selain vania, hal ini aku lakukan agar aku dapat mengalihkan perhatian dan pikiranku dari vania, yang kian lama juga vania menjauh dariku tanpa aku tahu sebab musababnya.

Aku juga mulai memberanikan diri berkenalan, banyak perubahan yang terjadi pada diriku semenjak aku mulai jauh dengan vania, aku lebih bersikap bebas, menjadi lebih tidak teratur hidupnya dan yang terburuk adalah aku semakin tidak peduli dengan pelajaran pelajaran di sekolah.

Yulia, sebuah nama yang akhirnya hadir mengisi hari hariku di tahun terakhir masa masa sma  ini. Yulia adalah adik kelasku, satu tahun dibawahku. Aku dikenalkan dengan yulia oleh temanku Wahyu yang kebetulan satu kelas dengan yulia dan dia rumahnya tidak jauh dari rumahku. 

Wahyu sangat berperan sekali dalam menjodohkan aku dengan yulia. Wahyu yang selalu menjadi perantara aku dan yulia dalam berkomunikasi yang saat itu menggunakan surat. Awal perkenalan akupun hanya melalui surat dan begitu juga selanjutnya hanya lewat surat.

Namun hubungan ini terasa hambar dan terkesan aku paksakan karena semata mata aku hanya ingin melupakan vania dan membunuh perasaan ku terhadap vania walaupun penuh dengan perjuangan berat aku tidak bisa menghapusnya.

Entah mengapa aku tidak pernah dapat menghapus sosok vania didalam kehidupan aku, vania selalu menjadi perbandingan aku disaat aku bertemu dengan wanita, termasuk disaat aku menikahpun, aku selalu membandingkan dengan vania yang bagiku adalah sosok ideal yang aku inginkan.



Setiap pagi aku berdiri didepan kelas sebelum bel masuk berbunyi, hanya sekedar untuk mengawasi yulia dari kejauhan, kebetulan letak kelas yulia tepat disebrang kelasku, sehingga aku bisa memperhatikannya dari jauh.

"Lagi lihat siapa dio?" suara itu mengagetkanku yang sedang menatap yulia dari kejauhan.

"Itu tuh, anak kelas 2, kelihatan nggak?" kataku kepada Sheila. 

Sheila adalah teman satu kelasku, aku dan sheila duduk sebangku di kelas. Mungkin agak janggal untuk ukuran jaman itu seorang laki laki duduk dengan perempuan, namun tidak ada masalah bagiku.

Sosok sheila bagiku tidak lebih dari seorang temen sebangku saja, dan aku kadang mengobrol hal hal yang tidak penting, dan aku tidak terlalu memiliki perhatian lebih kepadanya.

"Oh itu..siapa namanya ?" Tanya Sheila

"Yulia, eh dia katanya tinggalnya deket rumah kamu lho.." kataku

"Oh iya sih, aku sering kok lihat dia, kenapa dio? kamu suka yah?" tanya sheila.

"Yah suka biasa biasa aja sih, nggak terlalu" jawabku datar

"Kalo suka tuh langsung disamperin dio, jangan didiemin aja nanti dia nungguin kamu jadi berubah lho lama lama " Sheila mencoba untuk memberikan aku masukan.

"Berubah bagaimana ?" tanyaku menoleh ke sheila

"Ya lama lama dia akan jauhin kamu ,karena menganggap kamu tidak ada keberanian buat bilang kalo kamu suka " Sheila berbicara sambil terus menatap yulia dari kejauhan.

Mendengar kata kata sheila aku jadi teringat vania, mungkin saja vania merasa aku terlalu lama menunggu aku untuk menyatakan cintanya, sebuah kemungkinan yang bisa saja dan masuk akal. Tapi ya sudahlah semua sudah kukubur dalam dalam.

Sepulang sekolah tiba tiba suara wahyu menanggil ku dari kejauhan, ketika aku dan rombongan teman sekelasku sedang duduk di pinggir jalan menunggu angkutan pulang.

"Dio..." Teriak Wahyu sambil mengacungkan sebuah amplop.

"Apaan itu ? " tanyaku

"Ini surat dari yulia buat lo"

"Oh iya...makasih yah" Kataku sambil tersenyum.

Aku buka surat itu dihadapan teman temanku, berbeda dengan sikapku untuk hal hal yang berhubungan dengan vania tetapi dengan yulia aku bersikap tidak ada yang harus aku tutup tutupi.

Aku membaca surat dari yulia yang isinya cukup manis dan aku sengaja aku bacakan keras keras dihadapan semua teman temanku,karena aku berfikir juga tidak serius untuk mengejar yulia. Semua yang ada disitu tertawa dan memberikan saran kepadaku untuk segera menyatakan cintaku kepada yulia.

Namun sampai aku lulus SMA pun hubungan dengan yulia akhirnya menguap begitu saja tanpa ada tindak lanjut dan cerita yang jelas, dan beberapa tahun lalu pun yulia masih menyapaku melalui facebook dan mencoba membuka hubungan dengan aku yang sudah tentu saja tidak aku hiraukan.

Dan memang, untuk pindah ke lain hati tidak semudah seperti yang aku bayangkan, kehadiran yulia tidak mampu merubah isi hatiku, isi hatiku yang paling murni yang menyiratkan cinta terbesar dan cinta pertamaku yang tumbuh bersamaan dengan hal hal indah yang telah aku lewati bersama vania.

Aku sadar hal terbodoh yang aku lakukan adalah aku tidak pernah meminta klarifikasi atau alasan atas peristiwa di bioskop waktu itu kepada vania, tidak sedikitpun aku menyinggung hal itu walaupun rasa kecewa dan marah yang besar merasuki isi batinku.

Mulutku selalu terkunci bila aku berpapasan dengan vania, dan hanya sapaan yang terkesan formal yang dapat aku lontarkan kepada vania, walapun aku tahu dari raut wajah vania menyiratkan bahwa dia ingin diperlakukan lebih olehku dari hanya sekedar sapaan.

Aku tahu persis bagaimana vania membutuhkan seseorang yang mampu mendengarkan semua permasalahannya dan orang terbaik untuk melakukan itu adalah aku. Namun rasa marah, kecewa telah menumbuhkan rasa apatis terhadap vania.

Dan sampai suatu waktu pada saat kami satu angakatan mengadakan study tour ke jogja , aku melihat vania beberapa kali terlihat berdua dengan seorang pria yang aku tahu bernama Revi. Revi adalah anak pindahan baru di kelas 3, dan aku mendengar juga bahwa vania telah resmi berpacaran dengan revi.

Sunguh aneh tidak ada rasa cemburu dan tidak ada rasa sakit hati yang timbul mendengar dan melihat bahwasanya vania telah memiliki seorang pria. Namun dari bola mata vania aku tahu persis, sosok revi bukanlah sosok yang vania inginkan, dia bukanlah orang yang tepat untuk mendampingin vania, dan vania pasti tahu itu.

Mengapa aku berbicara seperti itu? Banyak peristiwa yang telah aku lalu bersama vania, dan aku merasa bahwa separuh jiwaku adalah vania, aku bisa merasakan apabila vania sedang gelisah, dan aku lebih dulu menanyakan kepada vania tanpa dia lebih dulu memberitahu kepadaku, dan vania juga tahu bahwa akulah yang dapat melengkapi hidupnya yang tak sempurna.

 




 

0 comments:

Post a Comment